Arsip Blog

Mau Liat Maenan Saham2 gw Hari Ini :

Jumat, 11 Desember 2009

PAJAK BUMI, mosok seh ga beres ... 111209

Bos Pajak Cekal Petinggi Group Bakrie
Jum'at, 11 Desember 2009 | 22:08 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan seorang tersangka dari jajaran pimpinan PT Kaltim Prima Coal (KPC), anak usaha Group Bakrie, dalam kasus dugaan pidana pajak tahun buku 2007. Tersangka itu pun telah dicekal untuk mencegah yang bersangkutan bepergian ke luar negeri. “Inisialnya R. Baru satu saja, penanggung jawabnya,” kata Direktur Jenderal Pajak, Mochamad Tjiptardjo, di kantornya, Jumat (11/12).

Sumber Tempo di Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan, tersangka R merupakan penandatangan Surat Pemberitahuan Tahunan KPC pada 2007. Direktorat Intelijen dan Penyidikan, Direktorat Jenderal Pajak, telah mengantongi Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Kejaksanaan Agung pada 30 Maret 2009 dan melakukan pemanggilan terhadap pihak terkait pada Mei 2009. “Pencegahan terhadap tersangka sudah kami lakukan sejak 20 April 2009,” ujarnya.

Sumber yang enggan disebutkan namanya itu mengungkapkan total kewajiban pajak tiga perusahaan tambang milik Grup Bakrie yang kini sedang dalam penelusuran tim penyidik mencapai Rp 2,1 triliun.

PT Kaltim Prima Coal diduga kurang membayar pajak sebesar Rp 1,5 triliun, PT Bumi Resources Tbk, sebesar Rp 376 miliar, dan PT Arutmin Indonesia sebesar US$ 30,9 juta atau ekuivalen Rp 300 miliar. Hingga 30 November 2009, Direktorat telah menerima pembayaran pajak dari KPC sebesar Rp 800 miliar dan dari Arutmin sebesar US$ 27,5 juta atau sekitar Rp 250 miliar. “Untuk kasus Bumi, Surat Perintah Penyidikan sudah terbit pada 29 Juni 2009,” ungkapnya.

Seperti diberitakan, Direktorat Jenderal Pajak sedang menelusuri dugaan pidana pajak tiga perusahaan tambang batubara di bawah payung bisnis Grup Bakrie senilai kurang lebih Rp 2 triliun. Tiga perusahaan tambang itu antara lain PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources Tbk (BR), dan PT Aruitmin Indonesia.

Ketiganya diduga melanggar Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar. “Tekniknya bermacam-macam, intinya tidak melaporkan penjualan sebenarnya, biayanya. Itu kan modusnya,” kata Tjiptardjo.

Hingga kini Direktorat telah menetapkan status penyidikan pada kasus pajak KPC sejak Maret 2009. Pada kasus Bumi, Direktorat baru menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan segera akan melayangkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Kejaksaan Agung. Adapun terhadap kasus Arutmin, Direktorat baru melakukan pemeriksaan bukti permulaan.

AGOENG WIJAYA



Pengungkapan Dugaan Pidana Pajak Bakrie Bukan Pesanan Sri Mulyani
Jum'at, 11 Desember 2009 | 23:02 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak, Mochamad Tjiptardjo, membantah jika pengungkapan kasus dugaan pidana pajak tiga perusahaan tambang milik Grup Bakrie dilakukan menyusul kabar perseteruan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan bekas Menteri Koordinator Kesejahteraan Sosial, Aburizal Bakrie, dalam kasus Bank Century.

“Kami profesional di sini, pisahkan dengan politik. Saya masuk duluan lho menangani wajib pajak ini. Saya masuk duluan sebelum masalah ribut-ribut. Cuma saya aja orang baik, selama ini enggak ngomong-ngomong, diam-diam. Lha, wong tidak ditanya,” kata Tjiptardjo usai solat Jumat di kantornya, Jumat (11/12).

Dia memastikan tak ada perintah khusus dari Menteri Keuangan dalam menangani kasus pajak Grup Bakrie. “Jadi DJP (Direktorat Jenderal Pajak) itu bukan alat politik. DJP itu bekerja secara profesional melaksanakan undang-undang,” katanya.

Seperti diberitakan, Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan penelusuran dugaan pidana pajak tiga perusahaan tambang batubara di bawah payung bisnis Grup Bakrie senilai kurang lebih Rp 2 triliun. Tiga perusahaan tambang itu antara lain PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources Tbk., (BR) dan PT Aruitmin Indonesia.

Ketiganya diduga melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar. “Tekniknya bermacam-macam, intinya tidak melaporkan penjualan sebenarnya, biayanya. Itu kan modusnya,” kata Tjiptardjo.

Hingga saat ini Direktorat telah menetapkan status penyidikan pada kasus pajak KPC sejak Maret 2009. Pada kasus Bumi, Direktorat baru menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan segera akan melayangkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Kejaksaan Agung. Adapun terhadap kasus Arutmin, Direktorat baru melakukan pemeriksaan bukti permulaan.

Sumber Tempo di Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan total kewajiban pajak tiga perusahaan tambang milik Grup Bakrie yang kini sedang dalam penelusuran tim penyidik mencapai Rp 2,1 triliun.

Sumber juga memaparkan, PT Kaltim Prima Coal diduga kurang membayar pajak Rp 1,5 triliun, PT Bumi Resources Tbk sebesar Rp 376 miliar, dan PT Arutmin Indonesia sebesar US$ 30,9 juta atau ekuivalen kurang lebih Rp 300 miliar. Hingga 30 November 2009, Direktorat Pajak telah menerima pembayaran pajak dari KPC sebesar Rp 800 miliar dan dari Arutmin sebesar US$ 27,5 juta atau sekitar Rp 250 miliar.

AGOENG WIJAYA


Jumat, 11/12/2009 15:06 WIB

Ditjen Pajak usut masalah pajak 3 perusahaan Bakrie

oleh : Achmad Aris

JAKARTA (Bisnis.com): Direktorat Jenderal Pajak tengah mengusut dugaan tindak pidana pajak kurang lebih senilai Rp2 triliun yang dilakukan oleh tiga perusahaan tambang batu bara milik Grup Bakrie.



Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo mengungkapkan tiga perusahaan tambang itu adalah PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources Tbk (BR), dan PT Aruitmin Indonesia (AI).



“Untuk KPC sudah tahap penyelidikan, sedangkan untuk BR surat perintah penyidikannya sudah keluar tinggal surat pemberitahuan ke Jaksa dan Polisi. Kalau AI masih dalam proses pemeriksaan bukti permulaan,” ungkapnya di Jakarta, hari ini.



Dia menjelaskan indikasi tindak pidana tersebut terkait dengan kewajiban pajak untuk masa pajak 2007. “Penyidikannya sudah mulai Maret 2009 ini. Kami sudah masuk,” jelasnya.



Tindak pidana pajak yang dilakukan adalah dengan menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan secara tidak benar, kata dia.(er)

bisnis.com

Sabtu, 12/12/2009 00:52 WIB

Kasus pajak Rp2 triliun diusut
Ditjen Pajak mulai endus manipulasi di Bank Century

oleh :

JAKARTA: Direktorat Jenderal Pajak tengah mengusut dugaan tindak pidana pajak senilai kurang lebih Rp2 triliun yang dilakukan oleh tiga perusahaan tambang batu bara.



Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo mengungkapkan ketiga perusahaan tersebut adalah PT KPC, PT BR, dan PT AI. Dia menolak memerinci nama-nama perusahaan tersebut, termasuk ketika dikonfirmasi ada tidaknya keterkaitan usaha tambang itu dengan Grup Bakrie.



"Untuk KPC sudah tahap penyidikan, sedangkan untuk BR surat perintah penyidikannya sudah keluar tinggal surat pemberitahuan ke jaksa dan polisi. Kalau AI masih dalam proses pemeriksaan bukti permulaan," ujarnya kemarin.



Dia menjelaskan indikasi tindak pidana itu terkait dengan kewajiban pajak untuk tahun pajak 2007. "Penyidikannya sudah dimulai sejak Maret 2009. Awalnya dari IDLP [informasi, data, laporan dan pengaduan], kemudian ditindaklanjuti," jelasnya.



Pasalnya, ketiga perusahaan itu tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan secara benar. "SPT yang dimasukkan dipandang dari kacamata pajak tidak benar yaitu ada yang tidak dilaporkan. Ini melanggar pasal 39 UU KUP."



Tjiptardjo optimistis penanganan kasus dugaan pidana pajak ini dapat segera diselesaikan secara cepat. "Kondisi sekarang berbeda dengan dulu [penanganan kasus Asian Agri Group], jadi saya optimistis ini bisa cepat selesai."



Menurut dia, pengungkapan dugaan kasus pidana pajak tersebut tidak ada kaitannya dengan perseteruan antara Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan mantan Menko Kesra Aburizal Bakrie.



"Saya profesional, nggak ada perintah dari Menkeu. Ditjen Pajak bukan alat politik, jadi kami kerja berdasarkan perundang-undangan," tegasnya.



Ketika dikonfirmasi, Corporate Secretary Bumi Resources Dileep Srivastava tidak merespons panggilan dan pesan singkat ke telepon selulernya tadi malam.



Adapun Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia Bob Kamandanu enggan berkomentar banyak.



"Wah, saya baru mendarat dari lapangan. Saya juga belum dengar masalah ini. No comment dulu deh," ujar Bob yang juga Presdir Berau Coal.



Dirjen Mineral, Batu bara, dan Panas bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Setiawan mengaku belum mengetahui persoalan dugaan tindak pidana pajak tersebut.



"Tidak tahu saya soal itu. Kabarnya dari mana? Saya belum mendengar kabar itu."



Pajak Century



Lebih jauh Tjiptardjo mengemukakan pihaknya juga segera mengusut indikasi tindak pidana yang dilakukan oleh PT Bank Century yang kini berubah nama menjadi Bank Mutiara. "Pidana pajak Century mulai tercium, minggu depan kami akan masuk bukti permulaan," tegasnya.



Menurut dia, temuan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menemukan sejumlah praktik pidana perbankan yang dilakukan Bank Century seperti pemberian kredit bodong, penerbitan L/C fiktif, dan penggelembungan biaya akan ditindaklanjuti dari sisi pelanggaran pidana pajak.



"Pemberian kredit itu masuk piutang yang seolah-olah tidak tertagih yang dalam UU Pajak bisa dibebankan dalam biaya. Lho kok biaya orang kreditnya saja fiktif. Sama L/C juga begitu. Jadi pengaruhnya semua itu ke penurunan pembayaran pajaknya."



Tjiptardjo mengatakan apabila hasil pemeriksaan bukti permulaan oleh aparat pajak cukup bukti maka dugaan tindak pidana pajak yang dilakukan oleh Bank Century akan ditindaklanjuti ke tahap penyidikan.



"Ini [pengusutan] akan melibatkan 21 debitur. Kita cek bener nggak nih bodong."



Menko Perekonomian Hatta Rajasa berharap Menkeu dan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie segera menyelesaikan konflik agar tidak mengganggu kinerja pemerintahan.



The Wall Street Journal edisi Kamis mengutip keyakinan Sri Mulyani bahwa investigasi atas bailout Bank Century sebagai upaya politisi untuk mendiskreditkannya yang digalang Aburizal Bakrie dan Golkar.



"Saya tidak ingin konflik ini menjadi gangguan, terutama terhadap investasi," ujar Hatta. (Agust Surpriadi/Nurbaiti/Pudji Lestari/Hendri T. Asworo/Fajar Sidik) (achmad.aris@bisnis.co.id)



Oleh Achmad Aris

Bisnis Indonesia

bisnis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Welcome All of You

Cari di Blog Ini